Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Seorang Muslim dalam Hal Bersuci (Bag. 1)
Di antara tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah menjelaskan tata cara beribadah yang benar. Karena ibadah seorang hamba tidaklah diterima oleh Allah Ta’ala, kecuali apabila telah terpenuhi dua syarat: 1) ikhlas mengharap wajah Allah Ta’ala; dan 2) sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
مَن أَحْدَثَ في أَمْرِنَا هذا ما ليسَ فِيهِ، فَهو رَدٌّ
“Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya, maka perkara itu tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697)
Di antara amal ibadah sehari-hari yang butuh perhatian khusus untuk kita pelajari dan kita ketahui hukum-hukumnya, serta wajib juga mengetahui kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya (sehingga bisa kita hindari) adalah ibadah bersuci dengan dua macamnya, yaitu bersuci dari najis dan bersuci dari hadas. Keduanya menjadi sangat penting untuk kita pelajari karena merupakan salah satu syarat sahnya salat kita.
Bersuci dari najis ada pada tiga tempat: 1) pada badan kita, 2) pakaian kita, dan 3) tempat yang kita gunakan untuk salat. Sedangkan bersuci dari hadas, maka memiliki dua bentuk: 1) bersuci dari hadas besar dengan mandi besar dan 2) bersuci dari hadas kecil dengan wudu. Bila tidak mendapati air untuk mandi ataupun wudu, atau tidak mampu menggunakan air (karena sakit misalnya), maka tayamum menjadi pengganti bagi keduanya.
Pada pembahasan kali ini kita tidak akan terlalu mendetail membahas berbagai macam jenis bersuci ini. Akan tetapi, akan kita cermati bersama beberapa poin penting terkait bersuci serta beberapa kesalahan yang sering terjadi di dalamnya. Sehingga kita bisa lebih hati-hati dan tidak terjatuh ke dalam kesalahan yang ada. Pembahasan ini semoga saja juga bisa meluruskan kesalahpahaman terkait bersuci ini yang mungkin saja masih kita yakini dan kita amalkan.
Pertama: Istinja’ (Bersuci setelah buang air besar maupun kecil dengan air) tidak ada kaitannya dengan wudu.
Istinja’ tidak ada kaitannya dengan wudu. Hanya saja, setelah kita buang air besar ataupun kecil, maka istinja’ harus didahulukan dan tidak boleh dilakukan selepas berwudu terlebih dahulu. Di antara kesalahan yang dilakukan oleh beberapa orang adalah meyakini akan keharusan ber-istinja’ setiap kali hendak berwudu sampai-sampai sebagian dari mereka tertinggal salat jemaah disebabkan ramainya antrean di kamar mandi masjid tersebut.
Adapun apabila seseorang melakukan buang hajat, lalu ber-istinja’ agar ia bisa tetap dalam kondisi suci dalam durasi waktu yang lebih lama dan buang hajatnya tersebut tidak membuatnya terlambat menghadiri jemaah, maka hal itu termasuk perkara yang baik. Begitu pula orang yang sudah tidak bisa menahan kencing dan buang air besarnya, sehingga ia butuh untuk menyelesaikan hajatnya agar bisa salat dalam kondisi tidak menahan keduanya, maka hal itu juga dianjurkan.
Kedua: Wajib berhati-hati ketika buang air kecil.
Setelah buang air kecil wajib hukumnya bersuci setelahnya, baik itu dengan air ataupun istijmar, diiringi dengan menjaga kebersihan dari percikan air kencing dan tidak tergesa-gesa di dalam ber-istinja’. Tidak berdiri, kecuali tetesan air kencingnya benar-benar telah berhenti. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda,
إنَّهُما لَيُعَذَّبَانِ، وما يُعَذَّبَانِ في كَبِيرٍ، أمَّا هذا: فَكانَ لا يَسْتَتِرُ مِن بَوْلِهِ، وأَمَّا هذا: فَكانَ يَمْشِي بالنَّمِيمَةِ
“Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang satunya karena suka mengadu domba.” (HR. Bukhari no. 6052 dan Muslim no. 292)
Ketiga: Siapa yang dengan yakin mendapati najis di bajunya, namun tidak tahu letak persisnya, maka ia harus mencuci bagian baju yang diduga kuat bahwa jika ia mencuci bagian tersebut, maka sudah mencakup semua bagian atau tempat yang terkena najisnya.
Keempat: Air yang bisa mengangkat hadas dalam wudu adalah air yang tetap pada sifat penciptaannya.
Contohnya adalah air sumur, mata air, air laut, air sungai, dan air hujan. Meskipun ia tidak bersifat tawar (seperti air laut), atau tidak terlalu jernih (air sungai), namun jika ia tetap pada sifat dan karakter awal penciptaannya dari Allah Ta’ala, maka air tersebut dapat digunakan untuk mengangkat hadas.
Adapun air yang sudah berubah warna, rasa, atau aroma (bau) karena suatu hal (benda) yang suci, sedangkan yang mencampurinya tersebut mendominasinya hingga air tersebut berubah sebutannya menjadi sebutan yang baru, maka air itu meskipun dihukumi air yang suci, ia tidak bisa digunakan untuk mengangkat sifat hadas (tidak menyucikan). Hal itu karena ia sudah tidak lagi disebut “air” dengan bukti adanya perubahan pada sebutannya.
Adapun air yang yang sudah berubah warna, rasa, atau aroma (bau) karena suatu hal (benda) yang najis, maka ia tidak lagi dianggap sebagai air suci. Karenanya, ia tidak bisa digunakan juga untuk mengangkat sifat hadas. Perlu digarisbawahi, air yang najis bisa berubah menjadi suci dengan memperbanyak volumenya dan bisa juga dengan menggunakan mesin penjernih air modern dengan syarat hilangnya aroma atau warna atau rasa yang disebabkan oleh najis tersebut.
Kelima: Tidak memasukkan tangan ke dalam wadah berisi air setelah bangun dari tidur, kecuali sudah mencucinya sebanyak tiga kali.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاثًا فَإِنَّهُ لا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Apabila seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah memasukkan tangannya ke dalam bejana, kecuali setelah ia mencucinya sebanyak tiga kali. Karena sesungguhnya ia tidak mengetahui ke mana tangannya berada pada waktu malam.” (HR. Muslim no. 278)
Saat bangun dari tidur, disarankan menggunakan keran air atau pancuran air untuk mencuci tangan sebanyak tiga kali terlebih dahulu sebelum menggunakannya untuk mencuci anggota tubuh lainnya.
Yang perlu diperhatikan juga ketika bangun dari tidur adalah ber-istintsar (memasukkan air ke rongga hidung lalu mengeluarkannya) sebanyak tiga kali. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِن مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ؛ فإنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ علَى خَيَاشِيمِهِ
“Jika salah seorang kalian bangun dari tidur, hendaknya dia melakukan istintsar sebanyak tiga kali. Karena setan bermalam di rongga hidungnya.” (HR. Muslim no. 238)
Memasukkan air ke dalam rongga hidung di sini menurut pendapat yang lebih berhati-hati adalah hukum khusus yang berbeda dengan memasukkan air ke rongga hidung yang ada di dalam rangkaian wudu. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Dan ia (istintsar) bukanlah istintsar yang ada dalam wudu, karena istintsar wudu adalah salah satu rangkaian wudu. Sedangkan ini adalah istintsar khusus. Sampai-sampai jika diasumsikan ada seseorang yang berada di alam liar dan tidak memiliki air, lalu dia ingin tayamum alih-alih berwudu. Kami katakan, ‘Dia tetap dianjurkan untuk ber-istintsar agar meraih hikmah ini.’” (As-Syarhu Al-Mukhtasar li Bulughi Al-Maram, 2: 50)
Baca juga: Air yang Digunakan untuk Berwudhu
Keenam: Niat merupakan perkara yang harus ada dalam setiap wudu dan mandi besar.
Niat merupakan syarat sah wudu dan mandi besar. Niat di sini maksudnya adalah berniat mengangkat dan membuang hadas sehingga ia dapat mengerjakan amalan-amalan yang mengharuskan adanya penghilangan hadas seperti salat ataupun amal ibadah lainnya. Niat harus sudah ada sebelum melakukan wudu ataupun mandi dan tidak terputus sampai selesai dari keduanya. Apabila niat itu terputus karena sebuah kegiatan atau kesibukan yang dapat mengalihkan dirinya dari wudu atau mandi, maka ia harus mengulang kembali rangkaian keduanya dari awal.
Ketujuh: Rukun wudu jumlahnya ada enam.
Yaitu: 1) mencuci wajah (termasuk di dalamnya kumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung), 2) kemudian mencuci kedua tangan sampai siku, 3) kemudian mengusap kepala seluruhnya (termasuk di dalamnya kedua telinga), 4) kemudian mencuci kedua kaki sampai mata kaki, 5) dilakukan berurutan antara semua anggota tubuh wudu yang telah disebutkan, serta 6) tidak boleh terputus antara semua anggota tubuh wudu tersebut. Tidak boleh mengakhirkan mencuci salah satu anggota tubuh wudu hingga anggota tubuh wudu sebelumnya yang telah kita cuci mengering.
Kedelapan: Niat tidak perlu dilafalkan, baik dalam wudu ataupun ibadah lainnya.
Niat letaknya ada di hati. Ibnu Al-Qayyim rahimahullah menyebutkan, “Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sama sekali tidak pernah melafalkan di awal wudu ‘nawaitu raf’a al-hadasi’ dan tidak pula ‘istibaahatu as-salati’ (Saya bermaksud untuk menghilangkan najis atau menjadikan salat boleh untuk dilakukan), tidak pernah sama sekali, baik dari Nabi maupun para sahabatnya. Tidak ada satu huruf pun yang menukilkan hal itu, baik dengan rantai sanad yang benar maupun yang lemah.”
Kesembilan: Membaca basmalah di awal wudu.
Meskipun ia bukan termasuk fardu (rukun) wudu, membaca basmalah hukumnya wajib dalam kondisi ingat atau sunnah muakkadah. Hal itu karena adanya hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan hal tersebut. Sudah menjadi kewajiban kita untuk bersemangat di dalam mengamalkannya.
Kesepuluh: Boros di dalam penggunaan air merupakan hal yang tercela.
Baik itu ketika wudu maupun ketika mandi besar, boros dan terlalu banyak menggunakan air tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang muslim. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
كانَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَغْسِلُ، أوْ كانَ يَغْتَسِلُ، بالصَّاعِ إلى خَمْسَةِ أمْدَادٍ، ويَتَوَضَّأُ بالمُدِّ.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membasuh, atau mandi dengan satu sha’ hingga lima mud, dan berwudu dengan satu mud.” (HR. Bukhari no. 201 dan Muslim no. 325)
Satu sha’ jika kita konversikan dengan hitungan liter, maka setara 2,75 liter, dan satu mud itu ¼ sha’ (atau sekitar 0,7 liter). Hadis di atas menujukkan betapa perhatiannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam penggunaan air. Oleh karena itu, untuk para pengurus masjid, sangat disarankan memasang anjuran-anjuran di tempat wudu atau kamar mandi yang berisi ajakan menghemat penggunaan air dan tidak boros di dalamnya.
Wallahu a’lam bisshawab.
Lanjut ke bagian 2: Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Seorang Muslim dalam Hal Bersuci (Bag. 2)
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel asli: https://muslim.or.id/85072-hal-hal-yang-harus-diperhatikan-seorang-muslim-dalam-hal-bersuci-bag-1.html